Artikel CeQi Terkini :
Home » , , , » Generasi (yang Makin) Tidak Mengenal Tanah Airnya Sendiri

Generasi (yang Makin) Tidak Mengenal Tanah Airnya Sendiri


Pernah nonton acara televisi yang menayangkan uji kemampuan pengetahuan umum para remaja saat ini? Entah itu yang berbentuk talkshow, infotainment atau kuis-kuis yang makin banyak bertebaran di layar kaca kita (yang masih tayang: The Hits-nya Trans TV atau Rangking 1 di RCTI). Apapun jawaban anda, yang pasti kesimpulannya hampir seragam: bahwa pengetahuan umum -- terutama wawasan nusantara -- anak-anak sekarang rata-rata mengenaskan!

Koq bisa? Lha hiya, hampir 75% anak-anak remaja Indonesia (yang ditampilkan di acara-acara tersebut) ternyata tidak “mengenal” negaranya sendiri. Jawaban-jawaban yang diberikan asal-asalan (baca: ngawur!), dan yang lebih menyebalkan lagi, sepertinya mereka tanpa beban kalau tidak mengetahui jawabannya.  Masak diminta menyebutkan ibukota propinsi Sulawesi Utara saja -- ini sekedar contoh -- 6 dari 7 remaja yang ditanya ternyata tidak ada yang tahu. Apakah kota “Manado” begitu kecilnya, sehingga mereka tidak pernah mendengarnya? Kebangetan nggak sih ?

Atau, agar tidak ragu dan benar-benar yakin, coba saja sekarang kita coba trial secara acak -- dengan cara mencari 10 sampai 15 anak-anak ABG level SMP atau SMA dari sekolah dan wilayah berbeda -- terus beri pertanyaan pengetahuan umum semisal: nama lapangan terbang di Indonesia, ibukota Provinsi di Indonesia, nama-nama pahlawan, tarian atau alat musik tradisional Indonesia, atau seputar kekayaan alam di masing-masing wilayah/daerah yang ada di negara kita ini. Saya yakin hasilnya tidaklah berbeda jauh dengan apa yang diungkapkan pada awal tulisan ini.

Saya kurang paham, apakah memang kurikulum pendidikan saat ini – di tingkat dasar dan menengah – memang sudah berubah drastis, dibanding dengan saya sekolah dulu (tahun 70-an sampai 80-an), sehingga tidak ada lagi yang namanya pelajaran IPS, Ilmu Bumi ataupun Geografi. Karena seingat saya, waktu masih kelas V SD, saya (dan teman-teman sekelas) sudah hafal nama-nama lapangan terbang, pahlawan nasional, ibukota propinsi, nama tarian dan alat musik daerah, sampai hasil tambang dan potensi alam di daerah wilayah negara Indonesia. Saat SMP, sudah hafal nama menteri kabinet pembangunan, ibukota negara di dunia, mata uang dan negara di masing-masing benua.

Sungguh trenyuh ketika sesekali membuka-buka buku pelajaran putra-putri saya -- yang menginjak kelas 2 SMP dan 1 SD -- ternyata memang hampir tidak membahas detail apa yang saya sebut diatas. Pengenalan budaya daerah (di Indonesia) hanya sebatas ‘kulit luar’nya saja, demikian juga dengan budaya lokal, yang tidak dibahas dengan tuntas. Contoh konkritnya, anak-anak usia SD dan SMP di Jakarta, rata-rata tidak tahu kalau wilayah ibukota negara RI ini dibagi dalam 5 kotamadya dan 1 kabupaten, apalagi nama gubernur atau walikotanya. Tahunya ya Jakarta saja.

Its okay…, saya tidak ‘menggugat’ sistim pendidikan (maupun kurikulum) yang ada di negara ini. tetapi, kalau dibiarkan generasi mudanya seperti sekarang ini, tentu negara ini yang akan menanggung akibat (negatif) di kemudian hari. Tidak ada lagi kepekaan generasi muda pada daerahnya, tidak ada lagi kepedulian dan kecintaan pada negaranya, yang terdiri dari beragam budaya, bahasa dan adat-istiadat. Bahkan, yang muncul adalah ke-ego-an (dan kedaerahan) yang kental, sehingga menimbulkan konflik-konflik horizontal antar kelompok ataupun antar etnis.

Dampak (sosial) yang lebih parah, saat sekarang ini sudah mulai muncul indikasi tidak ada lagi jiwa solidaritas dan kepekaan sosial sebagai sesama warga negara Indonesia, terutama saat terjadi bencana alam dan sejenisnya. Semuanya dianggap sudah menjadi kewajiban pemerintah, kewajiban departemen sosial, atau organisasi sosial lainnya. Tidak nampak lagi penggalangan dana secara swadaya, bantuan tenaga secara sukarela, atau bentuk-bentuk kepedulian lainnya, yang seharusnya selalu ditanamkan sejak usia dini pada generasi penerus bangsa ini.

Ah.., sungguh ‘tragis’ nasib generasi penerus bangsa ini, kalau sistem pendidikan hanya dibuat dengan setengah hati, tanpa memasukkan materi 'cinta tanah air' didalamnya. Jangan-jangan mereka -- para generasi muda kita -- juga tidak tahu, kalau pulau Samosir itu ada di tengah danau Toba. Dan lebih parah lagi ternyata mereka (juga) tidak tahu, kalau danau Toba itu ada di propinsi Sumatera Utara. Generasi penerus macam apa ini ?

***
Share this article :

0komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Qiwoel Friends

Sarankan CeQi di Google ya

Daftar Isi Blog Terbaru-Terlawas

Yang Sering Dibaca

 
CeQi Blog Supported By :Duniaq Duniamu.com | Asalasah | Maskolis | jadigitu.com
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Esabong - All Rights Reserved
Template Modified by esabi wibowo Design by Maskolis Template