"Jadi kita fokus pada second-hand smoker. Itu 3 kali lebih berbahaya dari si perokok sendiri, karena perokok hanya terkena dampak 15 persen dari rokok yang dihisapnya, sedangkan 85 persen harus 'dinikmati' oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk anak, ibu menyusui dan bayi,"
Yang paling miris, banyak perokok yang melakukan kebiasaan merokoknya di dalam rumah sendiri, yang jelas-jelas dapat meracuni anak dan istrinya. Tak jarang ibu yang sedang menyusui dan bayinya pun jadi korban.
"Ada 700 juta anak atau separuh dari jumlah anak di dunia termasuk bayi yang masih menyusui harus terpapar asap rokok," tegas Dr Harni.
Bila ibu menyusui terpapar asap rokok, maka secara otomatis ASI yang dihasilkannya pun akan tercemar nikotin yang kemudian akan dihisap oleh bayi.
Tak bisa dibayangkan apabila 400 zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok harus masuk ke tubuh mungil si bayi.
Bayi biasanya enggan atau bahkan tak mau menyusu bila tubuh si ibu bau rokok. Dan bayi yang minum ASI tercemar nikotin bisa mengalami muntah, diare atau kondisi lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhannya.
"Belum lagi asap yang langsung terpapar pada bayi, dari ASI-nya saja sudah banyak. Makanya kita terus memberikan edukasi pada ibu dan perempuan, jauhkan dari tembakau," lanjut Dr Harni.
Kebanyakan pria akan merokok di dalam rumah karena di dalam rumah sendiri tidak ada larangan merokok seperti halnya di tempat umum atau tempat kerja.
Nah, disinilah peran para bidan. Bidan diminta dapat memberikan edukasi dan mengadvokasi perempuan dan ibu untuk bisa menjauhkan diri dari rokok.
"Kita ngasih tahu pada perempuan harus menghindari rokok. Lama-lama dia akan mengadvokasi suaminya, anak-anak mengadvokasi bapaknya. Karena bidan sahabat perempuan, maka kita melalui perempuan untuk menjauhkan diri dari rokok," tutup Dr Harni.