Sekitar 1,5 juta anak-anak di kawasan Afrika Barat rentan menjadi buruh anak.
Produsen makanan terbesar dunia, Nestle, dituduh gagal melakukan pemeriksaan mendasar terhadap jaringan pasok kakaonya yang dikatakan masih rentan terhadap penggunaan buruh anak dan pelanggaran.
Tuduhan itu disampaikan oleh lembaga auditor independen Fair Labour Association (FLA) yang berbasis di Washington berdasarkan penelitiannya di lapangan di salah satu penghasil kakao, Pantai Gading.
FLA melacak perjalanan kakao mulai dari areal perkebunan terpencil hingga kakao sampai di tangan eksportir yang menjual langsung kakao ke Nestle.
Menurut FLA, meskipun Nestle tidak mencantumkan klausul tentang buruh anak-anak dan kondisi kerja, Nestle tidak memeriksa jaringan pasok di bawah pemasok langsung.
"Penyelidikan FLA menemukan bahwa buruh anak-anak masih marak meskipun ada upaya kalangan industri untuk mendorong penghapusan buruh anak-anak," kata FLA dalam satu pernyataan hari Jumat, 29 Juni.
Nestle menegaskan penggunaan buruh anak-anak bertentangan dengan semua prinsip perusahaan.
"Penggunaan buruh anak-anak dalam jaringan pasok kakoa bertentangan dengan segala prinsip yang kami pegang. Seperti yang tercantum secara jelas dalam laporan FLA, tidak ada satu pun perusahaan pemasok kakao dari Pantai Gading yang bisa memastikan bahwa buruh anak-anak tidak ada," kata Wakil Presiden Eksekutif untuk Operasional, Jose Lopez seperti dikutip kantor berita Reuters.
Pantai Gading
Nilai industri coklat global diperkirakan mencapai US$90 miliar per tahun.
Oleh karena itu, lanjutnya, masalah tersebut sekarang menjadi prioritas penanganan perusahaan.
Wartawan BBC Humphrey Hawksley melaporkan setelah mendapat tekanan selama bertahun-tahun, Nestle akhirnya menunjuk lembaga auditor independen Fair Labour Association untuk menyelidiki jaringan pasok kakao.
"Lebih dari 1,5 juta anak-anak di Afrika Barat berisiko menjadi buruh anak-anak di ladang perkebunan kakao," lapor Hawksley.
Kakao adalah bahan dasar pembuatan coklat dalam industri global yang bernilai sekitar US$90 miliar per tahun.
Pantai Gading memasok sekitar separuh dari kebutuhan kakao dunia.
Laporan FLA juga menyebut soal tingginya angka kecelakaan kerja khususnya terkait penggunaan pisau untuk mengupas kulit kakao, praktek diskriminasi, dan kerja melebihi porsi.
0komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !