Artikel CeQi Terkini :
Home » , , , » Nenek dan Minyak Goreng

Nenek dan Minyak Goreng

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia, yang yang ringkih dengan kebaya bermotif kembang itu, tampak sedang memegang sebuah kantong plastik. Hitam warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk disebelahnya,
di atas sebuah metromini yang menuju ke stasiun KA.

Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di matanya tampak jelas. Matanya selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran sungai, berkelok-kelok.

Hmm…dia tampak tersenyum pada saya. Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau kemana. Saya pun menjawab mau kuliah, sambil bertanya, apa isi plastik yang dipegangnya.

Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja mendapat jatah pembagian sembako. Pantas, dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia mengantri untuk mendapatkan minyak itu.

Tanpa ditanya, dia kemudian bercerita, bahwa minyak itu, akan dipakai untuk mengoreng tepung buat cucunya. Di saat sore, itulah yang bisa dia berikan buat cucunya. Dia berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan tepung. Sebab, dia tak punya banyak uang untuk membelikan yang lain selain gorengan tepung buatannya. Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak setiap hari dia bisa mendapatkan minyak dan tepung gratis.

Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu begitu indah. Seorang nenek yang rela berpanas-panas untuk memberikan apa yang terbaik buat cucunya. Sang nenek, memberikan saya hikmah yang dalam sekali.

Saya teringat pada Ibu. Tuhan memang Maha Bijak. Sang nenek hadir untuk menegur saya. Sudah beberapa saat sebelumnya, saya sering melupakan Ibu. Seringkali makanan yang disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin, karena saya yang terlalu sok sibuk dengan semua urusan kuliah. Sering saat pulang ke rumah, saya menemukan nasi goreng yang masih tersaji di meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.

Sering juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di rumah saat kembali, karena telah makan di tempat lain. Saya sedih, saat membayangkan itu semua. Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal ini. Saya merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan, Ibu pasti memberikan harapan yang banyak untuk semua yang telah dimasaknya buat saya. Tentu, saat memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan cintanya buat saya. Dia pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk, mencampur, dan menguleni, sama seperti dia merawat dan mengasihi saya. Menyentuh dengan lembut, mengelus, seperti dia mengelus kepala saya di waktu kecil.

Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam pada nenek itu, saya pun turun. Namun, saya punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya akan menyantap semua yang Ibu berikan buat saya. Apapun yang diberikannya. Karena saya yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta saya padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya berikan sebagai penghargaan buatnya. Saya berharap, tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek.
 
 
 
sumber : https://www.facebook.com/lakucom?fref=ts
 
Share this article :

1 komentar:

Bagi yang malas pake facebook Silakan tinggalkan dikolom komentar dibawah sini juga boleh...

Qiwoel Friends

Sarankan CeQi di Google ya

Daftar Isi Blog Terbaru-Terlawas

Yang Sering Dibaca

 
CeQi Blog Supported By :Duniaq Duniamu.com | Asalasah | Maskolis | jadigitu.com
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Esabong - All Rights Reserved
Template Modified by esabi wibowo Design by Maskolis Template