srak, srak, srak.. gontai langkah ini kujejakkan perlahan, tak tau arah tak jelas kemana yang dituju. semua terasa berat dan sulit padahal aku semakin letih. sepagi ini aku harus kembali mendengar kata-kata yang membuat semakin lemah kondisiku, dan semuanya.
Jauh beberapa menit sebelumnya :
"Mas pinjem hape mo buat telpon sebentar maz.."
"Telpon? punya pulsa loe?"
"ini masih sisa 800an perak mumpung pagi kan pasti dapet durasi murah maz, pliz sekali ini aja, habis tu nanti aku bantu gorengin telur dah!!"
"HUH! dasar kere loe! nih awas nyopot batereinya pelan-pelan aja soalnya masih baru tu habis beli impor dari taiwan jadi walau gak orsi mahal tu baterei!"
"iya-iya!" aku malah gantian yang sewot. sombong betul loe baru bisa beli baterei aja sok belagu gitu awas ya nanti kalo aku bisa beli jengkol impor taiwan.
benar aku turuti semua prosedur pembongkaran baterai guna memasang kartu SIM milikku buat nelpon dia.
On, aku pencet keypad demi keypad angka sambil terus berharap moga pagi ini bisa mengawali sapaan manis kepada dia, kepada hati yang selalu kurindukan itu. talala tilili tat tit tut jaringan sibuk, gak nyerah gitu aja kembali aku redial panggilan keluar talala tilili tulalit tulalit masih sama dengan nada jaringan sibuk yang membetekan itu, tapi enggak, aku gak merasa langsung putus asa dan bilang "haduh youislah kalo gak bisa" tetap ku lanjutkan pasti bisa pasti bisa!
benar aja dari percobaan miskol yang keseratus enampuluh sekian kalinya haha akhirnya bungnyambung juga takyee..
Tut, tut, tut nomor yang anda tuju sedang sibuk! terdengar suara setelan otomatis notifikasi dari pihak operator. hampir aja aku ngeluh tapi tak berapa lama langsung bergetar pelan hape yang kupegang ini seperti ada inbox sms yang baru saja masuk.
"tlfn di nmor ni ja mz.." isi sms itu kubaca dan langsung ku tekan opsi panggil nomor.
langsung ujug-ujug tanpa babibu aku mulai percakapan dengan mengawali salam hangat untuk dia, untuk seorang yang aku sayangi.
"asalamu'alaikum.. dedek" suaraku aku rendahkan, pelan penuh kelembutan ingin kusampaikan kepadanya bahwa aku sangat kangen saat itu.
"walaikumsalam.. ada apa maz?" terdengar datar mungkin nadanya dia sedang tidak mau diusik oleh suaraku ditelpon sepagi ini.
"dedek baru bangun yak? dedek nikah yuk?" halah tanpa permisi dan tanpa tata sopan yang harus didahulukan langsung aku nanya masalah yang mungkin besar dan belum saatnya pantas diajukan kepadanya, nah gila gak tu. tapi aku seratus persen sadar aku sepenuhnya tahu dan mengerti apa yang aku tanyakan baru saja.
"kamu ini yo maz, aku tu gak mau nikah dulu kalo kuliahku belum selesai kemaren komitmen awal kita gimana?" nada yang sebelumnya aku dengar datar diseberang sana kini meninggi terdengar dia sedang ingin menekanku serius.
"tapi dedek maz gak bisa LDR, maz gak kuat lama-lama jauh dari kamu, rezeki nanti pasti ada yang ngatur yang terpenting saat ini keinginan maz untuk mewujudkan niat tulus dan suci ini segera bersambut baik dedek.."
"tolonglah dedek bisa mengerti ini, tak ada yang lebih penting sekarang ini selain ingin menyayangimu, mengasihimu dan merawatmu itulah mungkin yang akan menjadi pekerjaan utamaku kelak, mengabdi dan mencintaimu.."
"halah gak mikir apa tha maz, udah punya uang? nikah itu gak segampang yang kita bayangin, otomatis kalo aku nikah semua biaya hidupku ditanggung maz, emang maz bisa biayain kuliahku? sedangkan sekarang aja maz masih nganggur apa ndak kasihan ma aku nanti? mau makan apa kita?" mencecar dengan segala argumentasi berdasarkan semua keadaan dan kondisi yang serba sulit dipihakku, aku yang memang tidak mempunyai bahasa seorang orator handal tak bisa berkutik, tak punya susunan kalimat untuk balik menjawab semuanya, lagian untuk bahasa verbal aku tidak pandai karena bentuk komunikasi yang aku jadikan tabiat adalah statik angka dan huruf-huruf di sms, email, inbox, spam, chat on facebook.
"dedek maz pengen banget dedek ngerti bahwa kita tetap akan bisa melewati semuanya meskipun sulit, maz memang ingin susah dahulu, kita berakit-rakit bersama itulah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan satu kebahagiaan kelak" aku masih coba bertahan, aku masih diselimuti dengan harapan-harapan yang berkembang dan merekah indah tentang nikah, tentang masa depan bersama dia.
"tapi kalo sekarang keadaannya gini mau gimana lagi? aku gak bilang aku gak mau! maz nyari kerja yang tetap dulu, maz nyari uang yang banyak dulu buat kita nikah, maz gak tahu apa disini aku tu juga kerja, besok udah interview aku tu sebenarnya juga masih pengen suka-suka menikmati masa mudaku untuk belajar dan belajar! aku sebenernya belum pengen bahas yang namanya nikah!" dia coba ingin semakin membuatku mengerti keadaannya, mengenai segala prinsip serta tujuan cita-citanya.
"dedek sembari kita nikah kan maz punya rencana nyari kerja dan bangun usaha, ya walau masih sebatas konsep tapi kan semua pasti besar punya kemungkinan untuk tercapai, maz gak bisa jauh dan harus mengawali semua tanpa kamu, maz gak berarti apa-apa tanpa kamu dedek.. maz kira dengan kita nikah pasti bisa dipermudah jalan dan gampang dilebarkan pintu rizki kita.."
"tapi gak segampang itu, disaat keadaan maz juga lagi kayak gini! bapakku pun kalo gini caranya juga gak bakal setuju!! bapakku pasti malu punya mantu yang pengangguran, maz gak liat maz ini mau nikahin anaknya siapa?"
"dedek tolong jangan berkata seperti itu, maz insyaAllah pasti berusaha yang terbaik buat kamu.."
"berusaha yang terbaik dengan sekarang maz yang lagi gak megang apa-apa sama sekali? maz aku jadi malas kalo kayak gini caranya, kamu ini aku kasih kesempatan aku kasih hati malah minta jantung!" dia balik mengumpanku untuk tidak harus melanjutkan percakapan ditelpon kalo cuma ujungnya akan nampak kacau seperti ini.
"kamu tu udah ganggu kuliahku! lihat mantan-mantanku dari mereka juga banyak yang susah dulunya tapi gak suka ngeluh kayak kamu!, heran aku. lihat mereka sampai sekarang malah seakan akulah salah satu yang mengantarkan sukses mereka, aku bangga sama mereka gak kayak kamu maz.." jadi aku yang terlalu ego dan salah dengan semua ini? aku yang serba dalam kondisi sulit semakin memantapkan saja rasa sedih ini, perasaan sendiri ini.
"kalo gitu dedek ikut bantuin maz nyari kerja diJogja ya? siapa tau maz esok bisa menetap dan mempunyai kerjaan yang pasti dan jelas. maz pengen punya usaha disana dedek.."
"maz nyari kerja diJogja, dikota itu sulit!! gak segampang bayangan maz! apalagi yang maz punyai cuma ijazah SMP. mau nyari kerja apa? cari kerja yang layak itu sulit & susah maz dengan ijazah dan kemampuan maz yang terbatas itu!"
"bukankah selama ini kesuksesan itu tidak diukur dari tinggi rendahnya ijazah kan dek? tapi tinggi rendahnya usaha kita, kerja keras kita" aku coba membela diriku, prinsip-prinsipku yang aku punya. tapi mungkin semuanya sudah beku untuk dia apapun kalimat yang aku ajukan apapun argumen dan pengetahuan yang aku punya untuk kehidupan ini serasa sempit bagi dia untuk menerimanya, ternyata disini aku semakin merasa kita jauh berbeda dan sulit untuk saling menyatu. jika dilanjutkan dengan keadaan seperti ini apa mungkin masih baik? bisa bertahan sampai berapa lama? aku semakin merasa niat tulus dan suci ini tidak akan pernah menemui titik baiknya. kalaupun harus menyudahinya mungkin cukuplah sampai disini saja sebelum semuanya semakin berlarut dan membuat kedua pihak antara aku dan dedek terlihat tambah menjauh. Ijazah SMP, ada yang salah? ada yang harus disalahkan? ketika sebenarnya juga tidak ada keinginan untuk ditakdirkan hanya memiliki ijazah SMP, ditakdirkan menjadi seorang miskin dan jauh dari yang namanya edukasi, menjadi golongan terpelajar dan berpedidikan.
"baik dedek, mungkin jika aku berpisah dan tidak berhubungan ma dedek adalah jalan terbaik untuk ketenangan dedek, untuk jalan aman melindungi impian serta cita-cita dedek maz mengalah maz pergi, maz sebenernya juga gak ada niat untuk punya pikiran mengganggu hidup serta kedamaianmu. potongan percakapan itu mungkin sudah cukup mewakili seberapa jelasnya prinsip dan kemauan dedek yang sebenernya. maaf maz gak bisa bertahan dengan semua ini, maz yang cengenglah, maz yang suka ngeluhlah, maz benar-benar tidak berguna sama sekali. mungkin memang jalan takdir dedek bukan dirawat dan dimiliki maz. disana mungkin sekarang sedang direncanakan oleh Tuhan ada seorang yang terbaik yang lebih bisa bertanggung jawab untuk membahagiakan dedek tengah menanti. tidak ada yang lebih bisa membuat hati ini merasakan suatu kebahagiaan dan ketenangan ketika kita bisa melihat orang yang kita sayangi berbahagia, selalu berbahagia. dedek sekarang tidak ada yang maz lebih inginkan selain berusaha selalu berdoa untuk kebaikan dedek moga semua apa yang dedek cita-citakan segera terwujud dengan baik dan sesuai rencana, hehe ternyata bukan maz yang ada buat menemani sisa hidupmu, moga orang terbaik yang bisa membahagiakanmu selalu bisa sayang dan cinta selamanya. moga keluarga kalian menjadi satu keluarga utuh yang dilingkupi penuh rasa bahagia dan sejahtera, damai selamanya. amien. doa dipenghujung pagi ini semoga menjadikannya mudah didengar oleh yang diatas, doa diawal hari yang cerah ini moga bisa juga menjadi awal dari sebuah jawaban untuk semakin memperkuat rencana dan harapan dedek. salam sayang dari mamaz untuk dedekku selalu. jangan telat mamam ya dedek....
Jauh beberapa menit sebelumnya :
"Mas pinjem hape mo buat telpon sebentar maz.."
"Telpon? punya pulsa loe?"
"ini masih sisa 800an perak mumpung pagi kan pasti dapet durasi murah maz, pliz sekali ini aja, habis tu nanti aku bantu gorengin telur dah!!"
"HUH! dasar kere loe! nih awas nyopot batereinya pelan-pelan aja soalnya masih baru tu habis beli impor dari taiwan jadi walau gak orsi mahal tu baterei!"
"iya-iya!" aku malah gantian yang sewot. sombong betul loe baru bisa beli baterei aja sok belagu gitu awas ya nanti kalo aku bisa beli jengkol impor taiwan.
benar aku turuti semua prosedur pembongkaran baterai guna memasang kartu SIM milikku buat nelpon dia.
On, aku pencet keypad demi keypad angka sambil terus berharap moga pagi ini bisa mengawali sapaan manis kepada dia, kepada hati yang selalu kurindukan itu. talala tilili tat tit tut jaringan sibuk, gak nyerah gitu aja kembali aku redial panggilan keluar talala tilili tulalit tulalit masih sama dengan nada jaringan sibuk yang membetekan itu, tapi enggak, aku gak merasa langsung putus asa dan bilang "haduh youislah kalo gak bisa" tetap ku lanjutkan pasti bisa pasti bisa!
benar aja dari percobaan miskol yang keseratus enampuluh sekian kalinya haha akhirnya bungnyambung juga takyee..
Tut, tut, tut nomor yang anda tuju sedang sibuk! terdengar suara setelan otomatis notifikasi dari pihak operator. hampir aja aku ngeluh tapi tak berapa lama langsung bergetar pelan hape yang kupegang ini seperti ada inbox sms yang baru saja masuk.
"tlfn di nmor ni ja mz.." isi sms itu kubaca dan langsung ku tekan opsi panggil nomor.
langsung ujug-ujug tanpa babibu aku mulai percakapan dengan mengawali salam hangat untuk dia, untuk seorang yang aku sayangi.
"asalamu'alaikum.. dedek" suaraku aku rendahkan, pelan penuh kelembutan ingin kusampaikan kepadanya bahwa aku sangat kangen saat itu.
"walaikumsalam.. ada apa maz?" terdengar datar mungkin nadanya dia sedang tidak mau diusik oleh suaraku ditelpon sepagi ini.
"dedek baru bangun yak? dedek nikah yuk?" halah tanpa permisi dan tanpa tata sopan yang harus didahulukan langsung aku nanya masalah yang mungkin besar dan belum saatnya pantas diajukan kepadanya, nah gila gak tu. tapi aku seratus persen sadar aku sepenuhnya tahu dan mengerti apa yang aku tanyakan baru saja.
"kamu ini yo maz, aku tu gak mau nikah dulu kalo kuliahku belum selesai kemaren komitmen awal kita gimana?" nada yang sebelumnya aku dengar datar diseberang sana kini meninggi terdengar dia sedang ingin menekanku serius.
"tapi dedek maz gak bisa LDR, maz gak kuat lama-lama jauh dari kamu, rezeki nanti pasti ada yang ngatur yang terpenting saat ini keinginan maz untuk mewujudkan niat tulus dan suci ini segera bersambut baik dedek.."
"tolonglah dedek bisa mengerti ini, tak ada yang lebih penting sekarang ini selain ingin menyayangimu, mengasihimu dan merawatmu itulah mungkin yang akan menjadi pekerjaan utamaku kelak, mengabdi dan mencintaimu.."
"halah gak mikir apa tha maz, udah punya uang? nikah itu gak segampang yang kita bayangin, otomatis kalo aku nikah semua biaya hidupku ditanggung maz, emang maz bisa biayain kuliahku? sedangkan sekarang aja maz masih nganggur apa ndak kasihan ma aku nanti? mau makan apa kita?" mencecar dengan segala argumentasi berdasarkan semua keadaan dan kondisi yang serba sulit dipihakku, aku yang memang tidak mempunyai bahasa seorang orator handal tak bisa berkutik, tak punya susunan kalimat untuk balik menjawab semuanya, lagian untuk bahasa verbal aku tidak pandai karena bentuk komunikasi yang aku jadikan tabiat adalah statik angka dan huruf-huruf di sms, email, inbox, spam, chat on facebook.
"dedek maz pengen banget dedek ngerti bahwa kita tetap akan bisa melewati semuanya meskipun sulit, maz memang ingin susah dahulu, kita berakit-rakit bersama itulah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan satu kebahagiaan kelak" aku masih coba bertahan, aku masih diselimuti dengan harapan-harapan yang berkembang dan merekah indah tentang nikah, tentang masa depan bersama dia.
"tapi kalo sekarang keadaannya gini mau gimana lagi? aku gak bilang aku gak mau! maz nyari kerja yang tetap dulu, maz nyari uang yang banyak dulu buat kita nikah, maz gak tahu apa disini aku tu juga kerja, besok udah interview aku tu sebenarnya juga masih pengen suka-suka menikmati masa mudaku untuk belajar dan belajar! aku sebenernya belum pengen bahas yang namanya nikah!" dia coba ingin semakin membuatku mengerti keadaannya, mengenai segala prinsip serta tujuan cita-citanya.
"dedek sembari kita nikah kan maz punya rencana nyari kerja dan bangun usaha, ya walau masih sebatas konsep tapi kan semua pasti besar punya kemungkinan untuk tercapai, maz gak bisa jauh dan harus mengawali semua tanpa kamu, maz gak berarti apa-apa tanpa kamu dedek.. maz kira dengan kita nikah pasti bisa dipermudah jalan dan gampang dilebarkan pintu rizki kita.."
"tapi gak segampang itu, disaat keadaan maz juga lagi kayak gini! bapakku pun kalo gini caranya juga gak bakal setuju!! bapakku pasti malu punya mantu yang pengangguran, maz gak liat maz ini mau nikahin anaknya siapa?"
"dedek tolong jangan berkata seperti itu, maz insyaAllah pasti berusaha yang terbaik buat kamu.."
"berusaha yang terbaik dengan sekarang maz yang lagi gak megang apa-apa sama sekali? maz aku jadi malas kalo kayak gini caranya, kamu ini aku kasih kesempatan aku kasih hati malah minta jantung!" dia balik mengumpanku untuk tidak harus melanjutkan percakapan ditelpon kalo cuma ujungnya akan nampak kacau seperti ini.
"kamu tu udah ganggu kuliahku! lihat mantan-mantanku dari mereka juga banyak yang susah dulunya tapi gak suka ngeluh kayak kamu!, heran aku. lihat mereka sampai sekarang malah seakan akulah salah satu yang mengantarkan sukses mereka, aku bangga sama mereka gak kayak kamu maz.." jadi aku yang terlalu ego dan salah dengan semua ini? aku yang serba dalam kondisi sulit semakin memantapkan saja rasa sedih ini, perasaan sendiri ini.
"kalo gitu dedek ikut bantuin maz nyari kerja diJogja ya? siapa tau maz esok bisa menetap dan mempunyai kerjaan yang pasti dan jelas. maz pengen punya usaha disana dedek.."
"maz nyari kerja diJogja, dikota itu sulit!! gak segampang bayangan maz! apalagi yang maz punyai cuma ijazah SMP. mau nyari kerja apa? cari kerja yang layak itu sulit & susah maz dengan ijazah dan kemampuan maz yang terbatas itu!"
"bukankah selama ini kesuksesan itu tidak diukur dari tinggi rendahnya ijazah kan dek? tapi tinggi rendahnya usaha kita, kerja keras kita" aku coba membela diriku, prinsip-prinsipku yang aku punya. tapi mungkin semuanya sudah beku untuk dia apapun kalimat yang aku ajukan apapun argumen dan pengetahuan yang aku punya untuk kehidupan ini serasa sempit bagi dia untuk menerimanya, ternyata disini aku semakin merasa kita jauh berbeda dan sulit untuk saling menyatu. jika dilanjutkan dengan keadaan seperti ini apa mungkin masih baik? bisa bertahan sampai berapa lama? aku semakin merasa niat tulus dan suci ini tidak akan pernah menemui titik baiknya. kalaupun harus menyudahinya mungkin cukuplah sampai disini saja sebelum semuanya semakin berlarut dan membuat kedua pihak antara aku dan dedek terlihat tambah menjauh. Ijazah SMP, ada yang salah? ada yang harus disalahkan? ketika sebenarnya juga tidak ada keinginan untuk ditakdirkan hanya memiliki ijazah SMP, ditakdirkan menjadi seorang miskin dan jauh dari yang namanya edukasi, menjadi golongan terpelajar dan berpedidikan.
"baik dedek, mungkin jika aku berpisah dan tidak berhubungan ma dedek adalah jalan terbaik untuk ketenangan dedek, untuk jalan aman melindungi impian serta cita-cita dedek maz mengalah maz pergi, maz sebenernya juga gak ada niat untuk punya pikiran mengganggu hidup serta kedamaianmu. potongan percakapan itu mungkin sudah cukup mewakili seberapa jelasnya prinsip dan kemauan dedek yang sebenernya. maaf maz gak bisa bertahan dengan semua ini, maz yang cengenglah, maz yang suka ngeluhlah, maz benar-benar tidak berguna sama sekali. mungkin memang jalan takdir dedek bukan dirawat dan dimiliki maz. disana mungkin sekarang sedang direncanakan oleh Tuhan ada seorang yang terbaik yang lebih bisa bertanggung jawab untuk membahagiakan dedek tengah menanti. tidak ada yang lebih bisa membuat hati ini merasakan suatu kebahagiaan dan ketenangan ketika kita bisa melihat orang yang kita sayangi berbahagia, selalu berbahagia. dedek sekarang tidak ada yang maz lebih inginkan selain berusaha selalu berdoa untuk kebaikan dedek moga semua apa yang dedek cita-citakan segera terwujud dengan baik dan sesuai rencana, hehe ternyata bukan maz yang ada buat menemani sisa hidupmu, moga orang terbaik yang bisa membahagiakanmu selalu bisa sayang dan cinta selamanya. moga keluarga kalian menjadi satu keluarga utuh yang dilingkupi penuh rasa bahagia dan sejahtera, damai selamanya. amien. doa dipenghujung pagi ini semoga menjadikannya mudah didengar oleh yang diatas, doa diawal hari yang cerah ini moga bisa juga menjadi awal dari sebuah jawaban untuk semakin memperkuat rencana dan harapan dedek. salam sayang dari mamaz untuk dedekku selalu. jangan telat mamam ya dedek....
0komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !